Jumat, 07 Desember 2012

NASA Ubah Smartphone Android Jadi Satelit

detail berita
PhoneSat
WASHINGTON - Para teknisi NASA kini sedang mencari cara untuk menekan biaya pembuatan satelit. Salah satu cara yang mereka lirik adalah membuat satelit menggunakan komponen elektronik smartphone.

Dilansir dari Live Science, Jumat (30/11/2012), ide tersebut menghasilkan sebuah proyek PhoneSat, yaitu sebuah pertunjukkan misi teknologi yang menggunakan tiga satelit CubeSat untuk diluncurkan pada tahun depan.

Masing-masing satelit PhoneSat hanya berbobot 1,4 kilogram dan akan dilepaskan ke orbit Bumi menggunakan roket Orbital Sciences Antares. Roket tersebut akan meluncur dari landasan peluncuran di Mid-Atlantic Regional Spaceport.

Secara harfiah, PhoneSat yang menggunakan komponen layaknya smartphone memiliki kemampuan sebuah pesawat luar angkasa. PhoneSat dibekali prosesor cepat, sistem operasi multi-purpose, miniatur sensor, kamera resolusi tinggi, GPS receiver dan beberapa radio.

Tiga PhoneSat yang akan diluncurkan masing-masing diberi nama Alexander, Graham dan Bell. Dua nama terakhir tersebut merupakan satelit bertenaga baterai dan memanfaatkan teknologi smartphone Nexus One dari HTC serta Google.

Sedangkan PhoneSat Alexander merupakan versi beta 2.0 yang dibangun dengan dasar pemutakhiran smartphone Nexus S buatan Samsung Electronics. Satelit ini memanfaatkan sistem operasi Google Android dan menggunakan inti prosesor yang lebih cepat, teknologi avionics dan gyroscope serta sel surya sebagai penyedia tenaga.
Bulan Terbentuk Melalui Tubrukan Dahsyat WASHINGTON - Ilmuwan di bidang planet menemukan bukti bahwa Bulan terbentuk ketika planet seukuran Mars membentur Bumi di awal waktu terciptanya. Ilmuwan dari Washington University di St Louis telah melaporkan penelitiannya dalam jurnal Nature. Dilansir Labnews, Senin (3/12/2012), tim peneliti menemukan material kecil yang merupakan varian berat dari seng di batuan Bulan. Mereka menyimpulkan bahwa benturan tersebut kemungkinan menimbulkan "penyuburan", karena atom seng berat keluar dari awan yang terbentuk dari batu yang menguap (tercipta oleh tabrakan). Batu yang mengalami proses vaporised (menguap) ini lebih cepat terbentuk ketimbang atom seng ringan. Kemudian, proses ini memilah massa yang dikenal sebagai fraksinasi isotop. Ilmuwan telah melihat ini sejak misi Apollo pertama, yang membawa batu Bulan ke Bumi pada 1970. "Ketika batu dilebur dan kemudian menguap, isotop cahaya memasuki fase uap lebih cepat ketimbang isotop berat," ujar peneliti Frederic Moynier. Dengan proses ini, lanjutnya, maka uap diperkaya dalam isotop ringan dan residu padat diperkaya dalam isotop yang lebih berat. "Jika kehilangan uap, residu akan diperkaya dalam isotop berat dibandingkan dengan material awal," tambahnya. Untuk memastikan efeknya secara global, tim menganalisis 20 sampel batu Bulan. Sampel ini termasuk yang berasal dari misi Apollo 11, 12, 15, dan 17. Sampel ini dikumpulkan dari lokasi yang berbeda pada bulan serta meteorit bulan. Sebagai perbandingan, tim peneliti juga menganalisis batuan Bumi dan 10 meteorit Mars. Dibandingkan batuan Bumi atau batuan Mars, batuan Bulan memiliki konsentrasi seng lebih rendah, namun diperkaya dalam isotop seng yang berat. Data isotop seng mendukung teori bahwa dampak besar memberikan peningkatan ke sistem Bumi-Bulan. "Karya ini juga memiliki implikasi bagi asal-usul Bumi, karena asal-usul Bulan adalah bagian besar dari asal Bumi," pungkasnya.
Satelit Tangkap Gambar Bumi Resolusi Tinggi WASHINGTON - Ilmuwan baru-baru ini mengungkap gambar Bumi terbaru ketika berada di malam hari. Gambar Bumi beresolusi tinggi tersebut ditangkap menggunakan satelit NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Dilansir Redorbit, Kamis (6/12/2012), melalui tangkapan satelit tersebut, terlihat cahaya di kota yang ada di Bumi. Gambar ini mengungkap aktivitas nokturnal (malam hari) di bagian sisi gelap Bumi. Bagian dari instrumen Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) cukup sensitif untuk mendeteksi kilauan cahaya di malam hari yang diproduksi oleh atmosfer Bumi. Selain itu, kamera satelit juga mampu menangkap cahaya dari satu kapal yang ada di laut. Satelit di Defense Meteorological Satellite Program Amerika Serikat membuat observasidengan sensor rendah cahaya selama 40 tahun. Namun, instrumen VIIRS dapat membantu mendeteksi lebih baik dan mengungkap cahaya Bumi di malam hari. Steve Miller, peneliti dari Colorado State University Cooperative Institute for Research NOAA mengatakan, pihaknya tidak hanya mengamati Bumi di siang hari, namun juga perlu melihat Bumi di malam hari. "Tidak seperti manusia, Bumi tidak pernah tidur," ungkap Steve. VIIRS juga membantu mendeteksi pemandangan badai yang terjadi di Bumi dan kondisi cuaca lainnya. Kondisi cuaca ini seperti kabut, yang sulit untuk dikenali dengan infrared atau sensor thermal. "National Weather Service NOAA melanjutkan untuk mengeksplorasi penggunaan pita siang-malam (satelit). Resolusi sangat tinggi dari data VIIRS akan mengambil peristiwa prakiraan cuaca di malam hari dengan tingkat yang jauh lebih tinggi," pungkasnya.
Peta Gravitasi Ungkap Sejarah Bulan WASHINGTON - Satelit kembar Grail milik NASA membuat sebuah peta gravitasi Bulan. Melalui peta tersebut, para peneliti menemukan sejarah bahwa Bulan serta beberapa planet lain pernah mengalami tubrukkan yang sangat keras. Dilansir dari Live Science, Kamis (6/12/2012), peta gravitasi dari satelit Grail mengungkap bahwa permukaan Bulan tampak hampir lumat. Hal yang mengejutkan adalah Bumi, Merkurius, Venus dan Mars juga mengalami tubrukan serupa miliaran tahun silam. Grail Principal Investigator Maria Zuber berpendapat, penemuan tersebut juga membuka tabir mengenai cara terbentuknya Bulan dan kemungkinan akan membantu ilmuwan lebih memahami adanya kemungkinan menemukan kehidupan di Mars. Satelit kembar Grail telah memotret banyak sekali struktur besar dan linear di bawah permukaan Bulan. Rentang struktur tersebut bisa mencapai 300 mil atau 480 kilometer. Struktur tersebut merupakan tanggul magma padat yang diselimuti kawah. Tanggul tersebut hanya dapat terbentuk jika permukaan Bulan melebar dan menciptakan ruang untuk magma. Peristiwa itu akan terjadi bila bagian dalam Bulan makin panas dan melebar. Hal itu mengindikasikan bukti untuk teori bahwa Bulan berasal dari sebuah tabrakan raksasa. Teori itu mengatakan bahwa sebuah benda seukuran Mars pernah menghantam Bumi pada 4,5 miliar tahun silam dan melontarkan pecahan yang kemudian menjadi Bulan.
NASA Siapkan Roket Raksasa Super Cepat CALIFORNIA - National Aeronautics and Space Administration (NASA) memiliki roket besar terbaru yang kini tengah dikembangkan. Roket tersebut dirancang untuk mengangkut astronot menuju orbit luar Bumi di luar angkasa. Dilansir Wired, Kamis (6/12/2012), roket Space Launch System (SLS) ini akan menempuh perjalanan ke luar angkasa. Namun, sebelum perangkat tersebut diluncurkan, roket buatan badan antariksa Amerika Serikat itu harus menyelesaikan tahap uji melalui terowongan angin. Misi pertama roket canggih ini kabarnya mulai beroperasi pada 2017. Kini, insinyur NASA tengah sibuk menggarap desain tahap akhir pada kendaraan peluncur tersebut. NASA akan melakukan tahap uji model roket dengan panjang 10 kaki itu di terowongan transonic di Langley, Virginia. "Tes ini meliputi model kendaraan besar terintegrasi untuk diuji di terowongan angin," ujar John Blevins, SLS Lead Engineer for Aerodynamics and Acoustics. John mengatakan, roket ini akan mensimulasikan lingkungan penerbangan transonic bahwa roket SLS akan menavigasi selama penerbangan. Model ini akan dapat melesat hingga kecepatan Mach 1.2 (supersonik). Ada transducers tekanan 360 yang tersebar di seluruh permukaan model. Menurut NASA, data diperoleh pada tingkat 13 ribu pemindaian per detik. Informasi yang didapat dari tes terowongan angin akan memberikan wawasan tentang kekuatan struktural SLS. Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana roket dapat bertahan selama peluncuran dan akselerasi dari subsonik menuju penerbangan supersonik. Misi pertama roket ini akan meluncurkan pesawat luar angkasa Orion ke orbit bulan sebagai pemeriksaan awal dari sistem. Armada luar angkasa ini akan diluncurkan tanpa awak, namun NASA berharap bisa mengirimkan astronot ke sekitar bulan pada 2021 serta memperluas generasi baru dari teknologi penerbangan luar angkasa.
Ilmuwan: Terhantam Asteroid, Permukaan Bulan "Babak Belur" CALIFORNIA - Ilmuwan dari badan antariksa asal Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA), mengatakan bahwa permukaan bulan pernah mengalami dampak besar dari hujanan asteroid serta komet. Dilansir Ibtimes, Kamis (6/12/2012), temuan ini berasal dari hasil penelitian Gravity Recovery and Interior Laboratory (GRAIL). Temuan ini mengungkap interior bulan yang mengalami kerusakan tepat berada di bawah permukaan. Ilmuwan mengungkap, tidak hanya bulan, Bumi serta planet terestrial lainnya di sistem Tata Surya kemungkinan pernah mengalami "serangan" asteroid luar angkasa. Data yang dikumpulkan berasal dari pesawat luar angkasa kembar milik NASA, yakni Ebb dan Flow. Keduanya telah menggunakan metode pemetaan gravitasi. Mereka mulai mengorbit mengelilingi bulan pada awal tahun ini. Penemuan ilmiah ini dipresentasikan pada pertemuan American Geophysical Union yang digelar Rabu (5/12) di San Fransisco. "Telah diketahui bahwa planet terhantam oleh dampak (asteroid), namun tidak ada yang membayangkan bahwa kerak Bulan begitu 'babak belur'. Ini merupakan kejutan yang luar biasa dan akan menyebabkan banyak orang berpikir tentang apa arti dari peristiwa tersebut terkait evolusi planet," tutur Principal Investigator untuk GRAIL, Maria Zuber. Data GRAIL ini menunjukkan bahwa kemungkinan hantaman asteroid ini telah berlangsung lebih lama dari yang selama ini telah diyakini oleh peneliti. Seberapa kuat hantaman objek luar angkasa tersebut berbeda-beda, sehingga beberapa mampu menciptakan kawah terbesar di Bulan.
Gunung di Mars Tampak Penuh Es WASHINGTON - Sebuah pesawat antariksa Eropa yang mengorbit di Mars sukses memotret sederet pegunungan di permukaan Planet Merah tersebut. Pengunungan yang berada di dataran tinggi bagian selatan itu tampak seolah sedang berada di musim salju. Dilansir dari Live Science, Jumat (7/12/2012), foto tersebut diperoleh melalui kamera stereo resolusi tinggi di dalam Mars Express milik European Space Agency (ESA). Foto tersebut tampak seolah sedang musim salju karena lembah dan dasar kawah tertutup dengan karbondioksida beku. Foto tersebut menampilkan bagian dari Charitum Montes yang merupakan sekelompok pegunungan terjal dengan bentang hampir mencapai 1.000 kilometer. Letaknya di wilayah paling selatan bekas terjadinya tubrukan Argyre. Selain itu juga tampak bahwa wilayah pegunungan tersebut tampak bopeng karena banyak terdapat kawah besar yang telah terisi dengan endapan tebal. Misalnya, kawah berukuran 50 kilometer yang mendomisasi foto itu tampak telah berisi tanah Mars. Sementara kawah kecil yang ada di dekatnya dan telah memiliki beberapa cabang, tampak telah sepenuhnya terisi. Foto dari Mars Express itu juga menunjukkan beberapa kawah alas yang lebih kecil. Kawah itu tercipta ketika material yang terlepas dari tubrukan membentuk fitur yang lebih tinggi ketimbang sekelilingnya.