Selasa, 04 Desember 2012

Pemilu


Tzipi Livni (Foto: Reuters)

TEL AVIV - Mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni, mengumumkan dirinya kembali ke dunia politik untuk bersaing dengan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu memperebutkan posisi tertinggi dalam pemerintahan Negara yahudi tersebut. Livni dikenal sebagai tokoh politik dari Partai Kadima.

Sebelumnya Livni mundur dari politik pada awal tahun lalu setelah gagal mempertahankan posisi pimpinan di partainya. Livni kembali ke politik dengan mendirikan partai baru yang diberi nama “The Movement”.

Livni merupakan tokoh Israel yang memiliki reputasi cukup baik di dunia Internasional. Ia dikenal sebagai pendukung dari konsep dua negara untuk menghentikan konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina.

Namun reputasinya tercoreng dengan keterlibatannya dalam serangan Israel ke Gaza pada tahun 2009 lalu yang menimbulkan banyak korban jiwa di pihak Gaza. Pengadilan Inggris bahkan sempat memerintahkan penangkapannya karena dituduh melakukan kejahatan perang dalam serangan tersebut.

“Saat ini semuanya terbalik, Israel bernegosiasi dengan pihak yang ingin menghancurkan Israel (Hamas). Namun menuda perundingan dengan pihak yang ingin berkompromi (Fatah). Saya kembali untuk memperjuangkan perdamaian antara Israel dengan Palestina,” Ujar Livni, seperti dikutip Associated Press, Rabu (28/11/2012).

Selama pemerintahannya Perdana Menteri Netanyahu gagal untuk meneruskan proses perundingan dengan otoritas Palestina yang dimpimpin oleh Mahmoud Abbas yang berasal dari kelompok Fatah. Kebuntuan negosiasi tersebut membuat Abbas memilih untuk membawa masalah Palestina ke forum internasional dengan mendaftar menjadi anggota pengamat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Kamis 29 November.

Pemilu Israel dijadwalkan akan berlangsung pada Januari mendatang. PM Netanyahu masih dianggap sebagai kandidat kuat Perdana Menteri Israel.

Warga Israel Nilai Serangan ke Gaza Gagal Total

Warga Gaza yang berlindung serangan Israel (Foto: Reuters)

TEL AVIV – Sekitar dua per tiga warga Israel merasa kondisi keamanan Israel tidak akan membaik setelah pemerintahnya melakukan serangan ke Jalur Gaza pada November lalu. Pemerintah Israel mengklaim serangan ke Gaza bertujuan untuk mencegah serangan roket Hamas yang seringkali mengancam wilayahnya.

Hal itu terungkap dalam jajak pendapat yang dilakukan Universitas Maryland di Israel. Dalam jajak pendapat itu, jumlah warga Israel yang menyatakan kondisi keamanan membaik setelah negaranya menyerang Gaza hanya mencapai 36 persen.

Sementara 38 persen warga Israel lainnya menyatakan, kondisi keamanan tidak mengalami perubahan. Sedangkan 21 persen warga Israel justru menganggap kondisi negaranya menjadi lebih buruk setelah serangan. Selain itu, jajak pendapa menunjukkan hanya 40 persen warga Israel yang merasa negaranya memenangkan konflik di Gaza pada bulan lalu itu.

“Kebanyakan warga Israel tidak merasa mereka meraih kemenangan dalam konflik tersebut,” ujar periset dalam jajak pendapat Shibley Telhami, seperti dikutip World Public Opinion, Jumat (30/11/2012).

Telhami juga mengungkapkan popularitas Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, meningkat di mata warga Israel. Obama saat ini menjadi pemimpin dunia yang paling disukai oleh warga Israel. Sekitar 60 persen warga Israel menyatakan mereka menyukai Obama.

Hal tersebut cukup mengejutkan karena hubungan Obama dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, bisa dibilang tidak terlalu baik. Pada masa pemilihan presiden AS yang lalu bahkan Netanyahu secara terang-terangan memberikan dukungannya pada rival Obama, Mitt Romney.

Jajak pendapat itu juga menemukan setengah dari warga Israel tidak setuju jika negaranya melakukan serangan ke Iran dan hanya 18 persen responden yang setuju Israel menyerang Iran tanpa mendapat bantuan dari AS. Walaupun begitu, kebanyakan warga negara Zionis tersebut percaya saat ini Iran sedang mengembangkan nuklirnya untuk dibuat menjadi senjata.

AS Kritik Pembangunan Pemukiman Israel

Pemukiman warga Israel di Yerusalem Timur (Foto: AP)
Pemukiman warga Israel di Yerusalem Timur (Foto: AP)
WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) mengkritik tindakan Israel yang ingin membangun sekitar 3.000 pemukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat. Israel melakukan hal itu sebagai balasan atas keberhasilan Palestina meraih status negara pemantau non-anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Tindakan Israel tersebut akan membuat kelanjutan negosiasi damai menjadi sulit,” ujar Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, seperti dikutip BBC, Sabtu (1/12/2012).

Sebelumnya, pihak Gedung Putih menyebut rencana pembangunan tersebut kontra produktif terhadap upaya perdamaian antara kedua belah pihak yang bertikai itu. Tentunya ulah Israel itu mempersulit usaha AS untuk membawa Israel dan Palestina kembali ke meja perundingan.

AS menyatakan, satu-satunya cara agar perdamaian dapat tercapai adalah dengan melakukan negosiasi langsung. Selama pemerintahan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu di Israel, upaya negosiasi damai antara kedua belah pihak selalu mencapai jalan buntu.

“Warga Palestina harus diyakinkan bahwa perundingan damai adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik. Israel harus bersikap baik di wilayah Tepi Barat untuk dapat meyakinkan pihak Palestina untuk mau berunding,” jelas Clinton.

Sebelumnya AS juga mengkritik pihak Palestina yang berusaha mencari status keanggotaan di PBB. AS menolak keinginan Palestina itu karena dianggap akan menyulitkan renacan perundingan damai di waktu yang akan datang. Israel sendiri menganggap tindakan Palestina di PBB itu merusak upaya perdamaian antara kedua belah pihak.

Pihak Palestina mengecam rencana Israel, karena lokasi dimana pemukiman itu mau dibangun akan membelah wilayah Tepi Barat menjadi dua. Palestina menuduh Israel berusaha untuk menghambat berdirinya negara Palestina dengan cara memecah-mecah wilayah Palestina di Tepi Barat.

Saat ini ada sekitar 500 ribu warga Israel yang tinggal di pemukiman di wilayah Tepi Barat. Sebenarnya pembangunan pemukiman yang dilakukan Israel itu melanggar hukum internasional, namun tidak ada pihak yang bisa memberikan sanksi terhadap Israel atas pelanggaran ini.

PBB Minta Program Nuklir Israel Diperiksa

Delegasi Israel di PBB (Foto: Reuters)

NEW YORK – Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi meminta Israel membuka program nuklirnya untuk diperiksa oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Tetapi resolusi ini tidak mengikat secara hukum.

Resolusi tersebut disetujui oleh 174 negara anggota Majelis Umum PBB dengan enam negara menolak dan enam lainnya memilih untuk abstain. Negara-negara yang menolak resolusi tersebut antara lain Israel sendiri, Amerika Serikat (AS), Kanada dan beberapa negara Pasifik.

Dalam resolusi itu Israel diminta untuk ikut dalam Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT) agar IAEA dapat memiliki wewenang untuk memeriksa program nuklir yang dimiliki oleh Negara Zionis tersebut. Traktat tersebut juga melarang Israel untuk mengembangkan program nuklirnya untuk tujuan militer.

Banyak pihak, khusunya negara-negara di kawasan Timur Tengah, menuduh  Israel  memiliki senjata nuklir. Israel selalu membantah tuduhan tersebut, namun di lain pihak Negara Zionis itu juga menolak dibentuknya kesepakatan anti-nuklir di kawasan Timur Tengah. Israel menganggap kesepakatan anti-nuklir hanya dapat dibuat apabila perjanjian damai yang permanen telah disepakati di Timur Tengah.

Sebelumnya negara-negara Timur Tengah berencana untuk melakukan konferensi anti nuklir pada bulan Desember ini. Rencana konferensi itu dibatalkan setelah AS menolak untuk ikut serta. Beberapa pihak menuduh AS tidak mau ikut dalam konferensi itu akibat tekanan yang didapatkannya dari Israel.

Sikap tertutup Israel tentang program nuklir yang dimilikinya berbanding terbalik dengan gaya agresif Negara Yahudi itu ketika membicarakan program nuklir yang dijalankan negara-negara Timur Tengah lainnya. Israel mengecam keras program nuklir yang dijalankan oleh Iran dan mengancam akan menyerang Negeri Paramullah bila menghentikan program nuklirnya.

“Program nuklir di negara-negara Timur Tengah itu merupakan ancaman serius bagi Israel dan juga keamanan kawasan,” ujar diplomat Israel Isi Yanouka, seperti dikutip Associated Press, Selasa (4/12/2012).

Resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum itu sebenarnya bersifat tidak mengikat, Israel tidak akan dikenai sanksi apapun jika memilih untuk tidak menjalankannya. Namun resolusi itu dapat dianggap sebagai bentuk tekanan politik yang dapat merusak reputasi Israel di dunia internasional apabila Israel mengindahkannya.

Israel hadapi Tsunami Diplomasi di Eropa

PM Israel Benjamin Netanyahu ditekan barat (Foto: Reuters)
PM Israel Benjamin Netanyahu ditekan barat (Foto: Reuters)
YERUSALEM – Israel saat ini dipusingkan dengan perubahan sikap negara Eropa terhadap Negara Zionis tersebut. Eropa yang biasanya menjadi penukung kuat Israel kali ini mengecam keras tindakan Israel yang ingin membangun pemukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat.

Sekira lima negara Eropa memanggil duta besar Israel untuk menyatakan protesnya. Negara-negara Eropa itu adalah Inggris, Prancis, Spanyol, swedia dan Denmark. Pejabat Israel pun menyebut sikap Eropa tersebut sebagai tsunami diplomasi yang menerjang negaranya.

“Ini adalah mimpi buruk bagi Israel. Negara yang memprotes ini bukanlah negara-negara dunia ketiga, namun negara-negara Eropa yang biasanya menjadi sekutu loyal kita. Sebelumnya mereka mendukung Palestina di PBB sekarang mereka mengecam pembanguan pemukiman Israel,” sebut pengamat politik Israel Shalom Yerushalmi, seperti dikutip AFP, Selasa (4/12/2012).

Seorang diplomat senior Israel yang tidak disebutkan namanya menyebutkan saat ini Eropa akan lebih bersikap tegas kepada Israel. Ia pun menyebutnya sebagai tsunami diplomasi bagi Israel. Diplomat tersebut juga menyatakan bahwa sikap tegas Eropa tersebut telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat (AS).

“Ini adalah realitas baru yang harus dihadapi oleh Israel. Seorang pejabat Eropa yang saya temui menyebut negara-negara Eropa bahkan mungkin saja akan memberikan sanksi kepada Israel,” ujar Shimon Shiffer, seorang pengamat Israel lainnya,

Pendukung Perdana Menteri Benyamin Netanyahu sendiri menyalahkan kelompok kiri Israel atas perubahan sikap Eropa tersebut. Mereka menuduh kelompok kiri di Israel mendorong negara-negara Eropa untuk memberikan sanksi kepada negara Zionis itu.

Dalam pemilu Israel yang digelar Januari nanti, Netanyahu akan bersaing dengan tokoh dari kelompok kiri, Tzipi Livni, yang juga mantan Menteri Luar Negeri Israel. Saat ini banyak pihak yang mengunggulkan Netanyahu untuk dapat mempertahankan posisi Perdana Menteri Israel.
Menyikapi isu

Imunisasi tentu perlu mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk masyarakat. Pasalnya, sampai saat ini masih dijumpai sejumlah tantangan dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orangtua yang masih kurang di sebagian kalangan masyarakat, mitos yang salah terkait imunisasi, kendala geografis, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.

Masyarakat juga perlu lebih cermat dan berhati-hati dalam menyikapi berbagai informasi terkait imunisasi, misalnya menyikapi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang berat.

Sebagai contoh, ketika wabah polio di Jawa Barat terjadi, beberapa anak lumpuh setelah mendapat vaksin polio. Dengan pemeriksaan virus (virologi) terbukti bahwa kelumpuhan tersebut diakibatkan virus polio liar yang sudah menyerang anak tersebut sebelum dia mendapat imunisasi polio.

Demikian pula dengan kasus KIPI berat lainnya. Setelah diperiksa ahli-ahli di bidangnya, terbukti bahwa KIPI tersebut akibat penyakit lain yang sudah ada sebelumnya, bukan akibat imunisasi.

Untuk menyikapi kasus KIPI, sebaiknya masyarakat mengacu pada informasi yang diberikan oleh Komite Daerah (Komda) KIPI yang ada di provinsi atau Komite Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. Karena berita atau laporan kecurigaan adanya KIPI selalu dikaji secara ilmiah oleh ahli-ahlinya, seperti pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, dan imunologi yang ada di komite tersebut.

Sejatinya, masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat imunisasi. Saat ini, 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada  bayi dan balita.

Bahkan, negara-negara dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi pun masih terus melaksanakan program imunisasi. Termasuk, negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan imunisasi lebih dari 85 persen.

Pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah ketimbang terlanjur jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Jadi, imunisasi bisa dikatakan investasi kesehatan untuk masa depan. Sebaiknya, semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap. Dengan terhindarnya anak dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktivitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan.

Imunisasi, Investasi Kesehatan Anak untuk Masa Depan


detail berita

IMUNISASI tidak saja menjadi langkah preventif mencegah penularan penyakit, tapi juga investasi kesehatan buah hati di masa depan. Mau bukti?

Siapa pun pasti mengenal imunisasi. Bahkan, mungkin sebagian besar dari kita sudah pernah mendapatkan imunisasi saat kita masih kecil.

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap penyakit-penyakit tertentu.

Sayangnya, masih ada kelompok masyarakat yang masih meragukan manfaat pemberian imunisasi kepada anaknya. Padahal, imunisasi tidak hanya menciptakan kekebalan tubuh, tapi juga penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit pada anak maupun orang-orang di sekitarnya.

Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan anak. Sekira lima persen kematian pada anak balita diakibatkan oleh PD3I. Karena itu, upaya imunisasi sangat penting dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian tersebut.

Terus diintensifkan

Pemberian imunisasi di Indonesia pertama kali dilakukan pada 1956, diawali dengan imunisasi cacar. Sejak itu, cakupan dan jenis imunisasinya terus diperluas. Dewasa ini, ada lima vaksin yang diberikan Program Imunisasi pada bayi dan anak Indonesia untuk mencegah tujuh penyakit menular, yaitu Tuberkulosis, Polio, Difteria, Pertusis, Tetanus, Campak, dan Hepatitis B.

Kegiatan pemberian imunisasi juga semakin merata di seluruh wilayah. Kalau 2008 baru 68,3 persen dari 65.781 desa yang telah mencapai Universal Child Immunization (UCI), setelah akselerasi pada 2010, cakupannya mencapai 75,3 persen dari 75.990 desa.

Salah satu contoh konkrit keberhasilan penting program imunisasi, yaitu bebasnya penyakit cacar. Pada 1974, Indonesia secara resmi dinyatakan negara bebas cacar. Sementara itu, kasus penyakit PD3I lainnya juga makin menurun. Campak misalnya, dari 24.388 kasus pada 2008, turun menjadi 17.139 kasus pada 2010. Tetanus neonatorum dilaporkan sebanyak 198 kasus pada 2008, beberapa tahun terakhir menjadi sekira 137 kasus.

Untuk polio, walaupun sudah tidak ada lagi kasus polio dalam beberapa tahun ini, ancaman dari luar negeri masih tetap ada. Beberapa negara di dunia masih melaporkan adanya virus polio liar. Karena belum seluruh desa mencapai UCI, berarti masih ada kantung-kantung desa yang berpotensi terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Untuk antisipasi keadaan tersebut, sejak 2009 telah dilakukan kampanye imunisasi tambahan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada 2009, tahap kedua pada 2010, dan tahap terakhir digelar pada 2011 di 17 provinsi di Indonesia dengan sasaran cakupan minimal 95 persen dari seluruh anak balita.

Tahun ini, Indonesia bersama-sama negara-negara di kawasan Asia Tenggara berkomitmen menjadikan 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of Routine Immunization (IRI).