Jumat, 30 November 2012




Saya tidak tahu apa jadinya jika saya pulang dengan kereta yang berbeda, dengan kereta ditumpangi oleh suporter-suporter Indonesia itu. Mungkin saya akan menyaksikan pemandangan berbeda. Mungkin saya akan melihat wajah-wajah sumringah mereka, dan bukannya suporter Malaysia, dan menyanyikan chant-chant atau nyanyian entah apalah itu. Sebisa mungkin malam itu mungkin akan mereka nikmati. Indonesia memang belum mendapat apa-apa, lolos pun belum, tapi kemenangan sekecil apa pun memang layak untuk dinikmati.

****

Kereta pengganti itu kemudian membawa saya sampai ke stasiun dekat tempat saya menginap. Saya kemudian bertemu dengan rekan saya, Rachman Haryanto, fotografer redaksi kami. Hujan yang tidak terlalu deras itu masih mengguyur ketika dia menceritakan momen gol Andik versi dirinya sendiri. Kebetulan, dia berada paling dekat dari gawang ketika gol itu terjadi.

"Gue udah feeling itu bakal jadi gol. Makanya nggak pergi ke mana-mana buat ambil gambarnya. Kemarin 'kan sempat lihat dia latihan sendirian di pojok kepisah sama teman-temannya, latihan tendangan bebas sama pelatihnya. Makanya, yakin itu pasti bakal jadi gol," ucap partner saya itu.

Sehari sebelum pertandingan, kami memang menyaksikan Andik berlatih tendangan bebas di bawah arahan asisten pelatih timnas, Fabio Oliveira. Siapa sangka, momen yang kami saksikan sebentar itu justru memberikan ide buat Rachman.

Ia kemudian menyaksikan dan mengabadikan 10 orang pemain Indonesia maju ke depan gawang untuk merayakan gol Andik, sementara Andik-nya sendiri menari sebelum dirubung rekan-rekannya itu. Foto hasil jepretannya begitu sederhana, namun saya pribadi senang melihat momen 10 orang pemain berbaur merayakan gol yang sudah mereka tunggu-tunggu itu. Ada cipratan spirit tim tidak tertulis di foto itu.

Cerita-cerita dari kemenangan di Bukit Jalil semalam mungkin bisa lebih beragam lagi, tergantung siapa yang menuturkan dan menikmatinya. Suporter Indonesia menyaksikannya dengan perasaan puas, meski tahu kemenangan tersebut tak mengantarkan Indonesia ke mana-mana, kecuali memperlebar kans lolos dari fase grup. Irfan sendiri menyatakan, setelah ini Indonesia akan kembali ke realita: mereka belum lolos dan masih ada Malaysia untuk dilawan. Mungkin, sehabis ini, yang bakal jadi pembicaraan bukanlah gol Andik lagi, tapi hitung-hitungan poin supaya Indonesia lolos.

Tapi, menikmati kemenangan memang bukan hal yang salah. Maka, layaklah menikmati kemenangan itu selagi bisa.

Kemenangan di Bukit Jalil Itu ...


Jam telah menunjukkan pukul 11.58 malam ketika kereta yang saya tumpangi terhenti di stasiun Chan Sow Lin. Ada hujan turun di luar stasiun, tapi tidak terlalu deras. Stasiun itu sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang tengah menunggu kereta terakhir menuju Ampang di jalur sebaliknya, saya, teman-teman saya, dan beberapa suporter Malaysia.

Wajah para suporter Malaysia itu sumringah. Mereka seperti tak bermasalah diturunkan di sebuah stasiun yang sepi lantaran kereta yang kami naiki tiba-tiba berhenti beroperasi. Kereta pengganti akan segera tiba, katanya. Tapi, itu seperti bukan pengumuman penting buat mereka. Ada yang lebih penting hari itu: Malaysia menang 4-1 atas Laos.

Jika Anda adalah suporter sepakbola, tidak ada yang lebih menyenangkan dari sebuah kemenangan ketika tim Anda tengah dirundung hasil buruk. Malaysia seperti itu. Saking buruknya, pelatih tim nasional mereka dihujat, nyanyian yang harusnya jadi dukungan, berubah aroma menjadi nyinyir. Tapi, malam itu akhirnya suporter Malaysia bersorak. Tim mereka akhirnya menang juga setelah melewati serangkaian pertandingan yang tak berakhir menyenangkan.

Hujan yang tidak terlalu deras itu belum juga berhenti, dan tak beberapa lama kereta pengganti itu akhirnya tiba juga. Kami melanjutkan perjalanan, meninggalkan pertandingan yang kami saksikan beberapa jam sebelumnya. Pertandingan yang juga diguyur oleh hujan.

****

Ada mendung menggelayut di Bukit Jalil sore itu dan ada sekelompok suporter dari Indonesia menyanyikan "Bagimu Negeri" di bawahnya. Mereka mudah dikenali dengan atribut serba merah plus berbagai spanduk bertuliskan "The Maczman", "Viking", ataupun "Aremania". Jumlah mereka ratusan dan kebanyakan baru tiba di Kuala Lumpur. Hari itu, mereka datang bukan untuk mendukung klub masing-masing.

Ada ratusan suporter hari itu dan kelak mereka tidak akan berhenti bernyanyi di dalam stadion. Kelak dukungan dari mereka akan membuat Nil Maizar mengajak anak-anak buahnya berlari ke tribun selatan untuk membungkuk, memberi salam, dan berterima kasih kepada mereka. Kelak, mungkin, mereka akan berpesta -- atau minimal pulang dengan wajah sumringah seperti pendukung-pendukung Malaysia itu -- sepulang dari stadion. Saya berasumsi demikian karena Indonesia, tim yang hari itu mereka dukung, menang 1-0 atas Singapura.

Pelatih Singapura Radojko Avramovic mengatakan, kemenangan Indonesia berbau keberuntungan. Pelatih asal Serbia itu menyebut Indonesia bermain untuk mendapatkan satu poin, namun pada akhirnya malah mendapatkan tiga poin. Avramovic bebas berpendapat demikian. Tapi, cobalah ajukan pernyataan kepada ini kepada Irfan Bachdim, maka ia pasti akan membantahnya.

"Kami bermain lebih baik. Kami bertarung dengan baik. Jadi, mengapa kami disebut beruntung?" kata Irfan di hadapan para wartawan. Malam itu Indonesia memang bermain apik. M. Taufiq rajin menahan bola di lini tengah, seraya melihat ke daerah lain dan membagikannya ke rekan-rekannya. Fachruddin tampil solid di lini belakang. Sementara Andik Vermansah masuk di saat yang tepat. Kecepatannya, disebut Irfan, mematikan Singapura yang ketika itu sudah kelelahan.

Irfan begitu lugas dan antusias menjawab pertanyaan dari wartawan-wartawan di ruangan itu. Di sebelahnya, ada Nil Maizar. Dia baru saja mengatakan bahwa dirinya bangga dengan perjuangan yang diperlihatkan pemain-pemainnya. Ada raut puas tersirat di wajah keduanya.

Nil, yang sepanjang pertandingan tampak tidak berhenti memberi instruksi, dan meninggalkan bangkunya, tahu arti penting dari kemenangan itu. Timnya sudah lama mendapatkan sorotan dan stigma negatif, yang uniknya kebanyakan datang dari orang-orang di negeri sendiri. Usai Andik mencetak gol, ia tampak diam, sesekali menengadahkan kepalanya ke atas. Ia berdoa.

Momen Andik mencetak gol itu sendiri adalah momen penuh kelegaan yang luar biasa. Bagaimana tidak, sebelumnya Indonesia punya beberapa peluang, yang semuanya mentah lantaran penyelesaian akhir yang kurang baik atau pun ditepis kiper Mohamad Izwan Mahbud. Sementara di sisi lain, sundulan Aleksandar Duric membentur tiang, lalu Khairul Amri dinilai melakukan diving dan bukannya Wahyu Wijiastanto yang melakukan pelanggaran. Imbasnya Singapura tidak mendapatkan penalti dan justru Amri yang mendapatkan kartu kuning.

Keputusan wasit atas insiden yang disebut terakhir itu, plus kartu merah untuk Muhammad Irwan Shah, kelak akan membuat Avramovic protes dan mengaku kecewa kepada kepemimpinan wasit. Namun, bagi Indonesia dan pendukungnya yang menonton malam itu, tak ada kejadian yang lebih penting selain gol yang dicetak Andik.

Tendangan Andik melengkung ke arah tiang jauh, melewati jangkauan Izwan. Gol itu disebut indah oleh Taufiq, sahabatnya sendiri, namun Andik dengan enteng hanya menyebutnya sebagai sebuah kebetulan.

Setelah kerap dianggap sebagai tim kelas dua dan tidak diunggulkan, juga ditahan imbang oleh Laos, siapa sangka Indonesia justru bisa mengubur kutukan tak pernah menang atas Singapura lewat gol tersebut. Suporter yang tak berhenti bernyanyi dan jumlahnya hanya ratusan itu meledak. Tak terkecuali orang-orang Indonesia lain yang bukan suporter dan menyaksikan gol itu.



Pun demikan, Singapura bukannya tanpa peluang. Justru ketika bermain dengan 10 pemain, anak asuh Radojko Avramovic sempat mendapat peluang emas melalui sundulan Aleksandar Duric hasil dari umpan crossing Shi Jiayi di menit ke-81. Meski sundulan striker yang telah berusia 42 tahun itu masih menerpa mistar gawang, keteledoran Wahyu dalam melakukan marking kepada lawan masih tetap menjadi pekerjaan rumah bagi Nil.

Enam menit kemudian, akhirnya muncul-lah gol monumental itu. Bermula dari sebuah pelanggaran di sisi kiri Indonesia, Taufiq bersama Andik bekerja sama untuk melakukan eksekusi. Taufiq menyontek bola pelan, lalu Andik menendang kencang bola tersebut dengan punggung kakinya. Apa yang terjadi? Bola melengkung secara parabolik, mengelabui semua pemain yang ada di kotak penalti, sebelum mulus meluncur ke gawang Singapura.

Gol Andik tersebut seakan mengingatkan seperti gol Juninho Pernambucano (saat berseragam Lyon) ke gawang Barcelona pada Liga Champions musim 2009-2010. Atau seperti gol Ronaldinho ke gawang Inggris pada Piala Dunia 2002. Pun demikian, terlepas dari komparasi yang ada, gol Andik jelas sangat berkelas.

Indonesia akhirnya menang 1-0, strategi Nil berjalan, Singapura yang perkasa kala membantai Malaysia di laga pertama, harus pulang dengan kepala tertunduk. Paska laga, Avramovic menyebut gol Andik hanya keberuntungan. Tapi semua kekalahan selalu menyisakan alasannya masing-masing.

Sabtu (01/12/2012), 'Skuat Garuda' akan menghadapi tuan rumah Malaysia yang dalam laga kontra Laos berhasil menang telak 4-1. Dengan atau tanpa propaganda apa pun, tensi laga nanti jelas akan berlangsung panas. Pertanyaannya kemudian:

Siap ganyang Malaysia, Indonesia?





Memasuki sektor penyerangan, Irfan Bachdim masih menjadi komando yang berposisi free role, meski di atas kertas ia ditempatkan sebagai second striker. Elie Aiboy yang tak bermain di laga melawan Laos menjadi starter dengan menempati posisi Andik. Lalu ada nama Rachmat Syamsuddin Leo sebagai striker tunggal. Sementara Okto Maniani masih dipercaya mengisi pos sebelumnya sebagai flank di sisi kiri.

Perubahan komposisi yang dilakukan Nil di sektor penyerangan tak menampakkan hasil yang cukup memuaskan, setidaknya itu yang terlihat di babak pertama. Suplai bola mandek, bahkan Rachmat tercatat 11 kali melakukan touch ball di luar kotak penalti. Pun demikian dengan Irfan, 27 kali ia melakukan touch ball di luar kotak penalti, bahkan 9 kali di daerah pertahanan Indonesia sendiri.

Tapi Nil sepertinya sudah mengalkulasikan apa saja kekurangan yang terjadi di babak pertama. Maka ia lantas memulai perubahan dengan pertama kali menurunkan Andik pada menit ke-47 babak kedua menggantikan Elie. Elie sendiri terlihat bermain tanpa visi yang jelas di babak pertama.

Dengan stamina yang masih segar, berkali-kali Andik melakukan penetrasi di kedua sisi sayap Indonesia, memberi umpan, atau menjemput bola dari area pertahanan. Bahkan pemain boncel dari Jember itu membuat bek Singapura, Irwan Shah, mesti melakukan pelanggaran yang berbuntut kartu kuning kedua baginya pada menit ke-66. Reverse tactic Nil sejauh ini dapat dikatakan berhasil.

Bepe, yang masuk di menit ke-57 menggantikan Rachmat memang tak terlihat menampilkan performa yang diharapkan. Tapi sepertinya itu juga menjadi bagian dari reverse tactic Nil yang memplot Bepe sebagai pembuka ruang, atau sebagai pemantul bola lewat kemampuannya di udara.

Unggul jumlah pemain, yang pertama kali dilakukan Nil adalah melakukan ball possesion. Itu terlihat ketika Nil menggantikan Okto dengan Rasyid Assahid Bakri pada menit ke-77. Masuknya Rasyid kemudian membuat Nil mendorong Mofu lebih ke depan, semacam trequartista di belakang Bepe. Sementara Rasyid dan Taufiq menjadi double pivot. Irfan kemudian digeser sebagai flank yang kerap bertukar posisi dengan Andik.

Perubahan Strategi yang Membawakan Kemenangan

 
Jakarta - Ada beberapa perubahan signifikan yang dilakukan Nil Maizar dalam laga melawan Singapura. Kuartet bek yang tak lagi bermain high defence line, pola long ball yang diminimalisir, serta perubahan komposisi pemain di semua lini.

Tak ada nama Bambang Pamungkas dan Andik Vermansah di starting line up merupakan strategi Nil yang cukup mengejutkan. Hal tersebut bisa jadi merupakan reverse tactic Nil, yang memang sangat mungkin mengira bahwa Andik akan mendapat marking ketat dari bek-bek Singapura.

Fachruddin, kapten PSS Sleman, juga diturunkan Nil sebagai duet Wahyu Wijiastanto di pos sentral pertahanan, menggantikan Handi Ramdhan yang mesti absen karena cedera. Pemilihan Fachruddin pun juga terhitung cukup mengejutkan. Soalnya, pada laga pertama kontra Laos, Fachruddin bermain tak cukup apik, dan dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya gol kedua Laos.

Sejatinya masih ada nama Valentino Telaubun di bench, tapi Nil barangkali sadar bahwa penampilan buruk Fachruddin dalam laga sebelumnya terjadi karena ia menderita demam panggung semata. Sementara itu, Raphael Maitimo dan Novan Setya masih tetap diplot sebagai fullback di kanan dan kiri.

Sadar dengan permainan cepat dan ngotot Singapura saat mengalahkan Malaysia, Nil pun menginstruksikan back four-nya bermain deep defence line. Tak ada offside trap, sebisa mungkin masing-masing fullback diminta tetap berada tepat di posisinya, dan baru dibolehkan ikut membangun serangan jika memang keadaan dimungkinkan.

Back four Indonesia memang sejatinya tak bermain dengan gemilang. Beberapa kali Wahyu, misalnya, terlihat keteteran melakukan marking terhadap penyerang Singapura. Kendati untuk urusan duel, Wahyu yang memang memiliki postur tinggi besar ini tak mengalami kerepotan sama sekali.

Kelemahan back four Indonesia dapat ditilik dari jumlah tendangan bebas yang didapat Singapura di sektor attacking third. Tercatat, di babak pertama saja, Singapura sudah mendapat 6-7 free kick di area yang berbahaya tersebut. Bahkan di menit ke-24, Wahyu sudah mendapat kartu kuning, yang menyebabkan dirinya mesti absen dalam laga krusial kontra Malaysia.

Pada lini tengah, permainan energik dan efisien Vendry Mofu dalam laga melawan Laos membuat Nil memasukkannya sebagai starter menggantikan Tonnie Cusell. Selain karena Cussel memang mengalami cedera pada pahanya, Nil memang lebih memerlukan gelandang box-to-box dengan mobilitas maksimal dan stamina yang lebih kuat.

Cusell, dalam laga melawan Laos, terlepas dari satu assist-nya yang berbuah gol bagi Indonesia, tak menunjukkan daya tahan stamina yang mumpuni, justru ketika pertandingan tengah memasuki menit krusial pada sekitar menit ke-70 hingga usai.

Jika benar asumsi Nil demikian, maka pilihannya menurunkan Vendry terasa brilian. Bahkan ia menjadi pembuat peluang Indonesia pertama melalui shot on goal-nya pada menit ke-21 yang sempat membuat kiper Singapura, Izwan Mahbud, mesti membanting badan untuk menepis bola.

Sebagai duet Vendry di lini tengah, ada nama Taufiq yang masih dipercaya Nil. Performa gelandang Persebaya ini terlihat menawan. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali Taufiq melakukan apa yang semestinya memang dilakukan seorang ball winning defender seperti melakukan intersep, ground atau around duels, clearance, hingga (terpaksa) melakukan foul kepada lawan.

Kendati demikian, Taufiq dirasa masih kurang dalam menjalani fungsi sebagai katalisator yang mengatur tempo permainan. Sebab secara prinsip, dengan posisinya saat ini, Taufiq juga memerlukan visi bermain yang mumpuni, selain juga mampu menjadi breaker lawan.

Terlepas dari sisi minus yang ada, duet Taufiq-Vendry tak buruk-buruk amat. Catatan statistik memperlihatkan, selama 90 menit Taufiq berhasil melakukan 5 tekel sukses, lima gagal, 3 intersep. Sementara Vendry melakukan 4 kali tekel sukses, 8 kali tekel gagal, dan 1 kali intersep.

Saatnya Balas Malaysia di Kandang Mereka

 
Jakarta - Dua tahun lalu, dengan segala drama di dalam dan luar lapangan, Stadion Nasional Bukit Jalil menghadirkan mimpi buruk buat Indonesia. Kekalahan mengejutkan 0-3 jadi awal dari berlanjutnya hampa gelar 'Skuat Garuda'.

Setelah tiga kesempatan sebelumnya masuk final tapi gagal jadi juara, tahun 2010 menyimpan harapan tinggi buat Indonesia untuk akhirnya bisa membawa trofi Piala AFF ke tanah air. Bambang Pamungkas dkk. ketika itu memang tampil sangat baik, mereka meraih hasil 100% kemenangan sedari fase grup hingga semifinal. Selisih gol yang dipunya skuat besutan Alfred Riedl ketika itu juga fantastis, 15:2.

Maka lawatan ke Malaysia untuk menjalani leg pertama babak final pun disambut dengan antusiasme dan kepercayaan diri tinggi. Apalagi di fase grup Indonesia memetik kemenangan mutlak 5-1 atas lawan yang sama.

Publik, dan media, menjadi sangat tergila-gila dengan Christian Gonzales, Irfan Bachdim, Okto Maniani dan tentunya Firman Utina serta M.Ridwan. Mereka percaya kalau bintang-bintang yang mengilap terang selama berlaga di GBK itu bakal bisa membawa pulang hasil bagus dari kunjungan ke Malaysia.

Lalu tibalah hari itu, Minggu 26 Desember 2010, di Stadion Nasional Bukit Jalil. Ratusan suporter Indonesia yang berangkat ke Malaysia berhasil memerahkan sebagian tribun stadion berkapasitas 110.000 tempat duduk itu. Seperti saat di GBK, dukungan suporter Indonesia tak surut oleh intimidasi yang diberikan puluhan ribu pendukung tuan rumah. Yel-yel dukungan terus diberikan pada Bepe cs.

Saat laga dimulai, intimidasi yang dilakukan fans tuan rumah tak cuma berupa teriakan-teriakan. Berikutnya muncul lah insiden -- yang kemudian dijadikan kambing hitam sebagai salah satu penyebab utama kekalahan Indonesia -- saat sinar-sinar laser mengarah ke kiper Markus Horison. Penjaga gawang berkepala plontos itu sempat mengajukan protes pada wasit, namun itu jelas tak membuat 'serangan' padanya berkurang, apalagi hilang.

Setelah bermain 0-0 di babak pertama, insiden sinar laser kembali terjadi di awal babak kedua. Ini membuat pertandingan sempat dihentikan, karena sebelumnya diumumkan kalau aksi menembak sinar laser akan membuat laga sepenuhnya disetop.

Keputusan menghentikan pertandingan sementara dapat protes dari kubu tuan rumah, wasit pun melanjutkan laga setelah sempat terjadi negosiasi selama lima menit. Entah lengah karena aksi sinar laser tersebut atau memang Malaysia melihat celah di barisan belakang Indonesia, gawang Indonesia dijebol Mohd Safee Sali sekitar satu menit setelah restart.

Indonesia kemudian tak mampu bangkit untuk membalas gol tersebut. Sebaliknya, Mohd Ashaari Shamsuddin dan Safee Sali malah menambah keunggulan tuan rumah. Saat wasit meniup peluit tanda laga usai, skor akhir menunjuk angka 3-0. Indonesia kalah. Kemenangan 2-1 yang diraih saat gantian berlaga di Senayan tak cukup buat Indonesia meraih trofi Piala AFF pertamanya.

Ada banyak cerita dan rumor yang kemudian muncul setelah pertandingan tersebut. Soal serangan laser fans Malaysia adalah salah satunya, yang lain menyebut ada 'campur tangan' pihak luar yang punya peran besar dalam penentuan hasil akhir pertandingan. Sampai kini semua rumor-rumor tersebut jadi kabar yang tak terkonfirmasi.

Dan hampir dua tahun setelah pertandingan tersebut, Indonesia akan menghadapi Malaysia di tempat yang sama. Levelnya tak setinggi 2010 di mana kedua tim berhadapan di partai final, tapi tetap saja pertandingan dua negara serumpun ini akan berjalan sengit dan panas, Sabtu (1/12/2012) lusa.

Laga terakhir di Grup B ini juga punya nilai hidup-mati buat kedua tim. Malaysia wajib menang untuk bisa lolos ke semifinal, sementara Indonesia cukup main imbang untuk mengamankan tiket empat besar. Dengan beberapa kondisi berupa selisih gol, kekalahan malah bisa tetap meloloskan tim besutan Nil Maizar.

Tapi imbang, apalagi kalah, jelas bukan pilihan. Ini adalah pertandingan penuh gengsi. Kemenangan perlu didapat untuk memastikan kelolosan. Tiga poin harus diraih untuk membalas apa yang terjadi di Bukit Jalil dua tahun lalu.


Indonesia Unggul Head to Head dari Malaysia

 
Jakarta - Laga Indonesia vs Malaysia pada Sabtu (1/12/2012) lusa akan menjadi pertemuan nomor 65 kedua kesebelasan. Secara keseluruhan, 'Skuat Garuda' masih lebih unggul dari 'Harimau Malaya' dalam rekor head to head.

Indonesia dan Malaysia akan kembali berhadapan di laga terakhir Grup B Piala AFF 2012. Pertandingan tersebut bisa menjadi laga hidup mati buat kedua tim karena kekalahan akan membuat peluang masuk semifinal bisa langsung tertutup, meski Indonesia cuma butuh hasil imbang untuk dapat tiket ke empat besar.

Khusus pertemuan di Piala AFF, yang sudah dimulai sejak tahun 1996, Indonesia punya statistik yang sedikit lebih baik dibanding negara tetangganya itu. Dari tujuh pertemuan, empat di antaranya dimenangi Indonesia. Sementara Malaysia kebagian tiga kali menang.

Adalah Malaysia yang lebih dulu menang saat kedua tim berhadapan di semifinal Piala Tiger 1996, ketika itu Malaysia masuk final berkat keunggulan 3-1. Indonesia kemudian membalas kekalahan tersebut di Piala Tiger tahun 2002 dengan skor 1-0 lewat gol Bambang Pamungkas.

Dua tahun berselang (2004) Malaysia dan Indonesia kembali berhadapan di babak semifinal, kali ini format kompetisi berubah dengan sistem home-away. Meski kalah 1-2 saat main di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Indonesia tampil luar biasa di Stadion Bukit Jalil dengan meraih kemenangan 4-1.

Di Piala AFF 2010 Indonesia dan Malaysia berhadapan di tiga kesempatan. Yang pertama adalah di fase grup, yang dimenangi Indonesia dengan skor mutlak 5-1. Sementara dua lainnya terjadi di partai final, di mana kekalahan 0-3 di leg pertama membuat Indonesia dipaksa puas jadi runner up karena pada leg kedua di GBK hanya mampu meraih kemenangan tipis 2-1.

Sejarah pertemuan Indonesia vs Malaysia sudah megakar sejak 1957 silam, di mana pertemuan pertama yang tercatat terjadi di ajang Merdeka Cup. Ketika itu Indonesia menang dengan skor 4-2.

Selanjutnya kedua kesebelasan terlibat dalam puluhan pertemuan di berbagai ajang. Selain Piala AFF, beberapa event di mana 'Skuat Garuda' bertemu dengan 'Harimau Malaya' adalah di Asian Games, SEA Games, Kualifikasi Piala Asia hingga Kualifikasi Piala Dunia dan laga-laga persahabatan.

Kemenangan terbesar yang didapat Indonesia adalah dengan skor 6-1, di tahun 1968 pada ajang Piala Raja. Sementara kemenangan terbesar Malaysia adalah saat menggasak Indonesia 7-1 di ajang Merdeka Cup 1976.

Total dalam 64 pertandingan yang sudah dilakoni, Indonesia menang 29 kali. Sementara Malaysia menang 20 kali dan 15 lainnya berkesudahan imbang.

Pertemuan terakhir Indonesia vs Malaysia terjadi di final SEA Games 2011 lalu, di mana Indonesia bertindak jadi tuan rumah. Meski tak masuk dalam statistik head to head karena yang turun adalah tim junior (U-23) ketika itu Indonesia dipaksa menyerah saat bermain di kandang sendiri. Tepatnya di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Egi Melgiansyah dkk kalah 3-4 melalui adu penalti setelah bermain imbang 1-1 di periode normal.

Head to Head Indonesia vs Malaysia di Piala AFF

Semifinal 1996 -- Malaysia 3 - 1 Indonesia
Semifinal 2002 -- Indonesia 1 - 0 Malaysia
Semifinal Leg I 2004 -- Indonesia 1 -2 Malaysia
Semifinal Leg I 2004 -- Malaysia 1 - 4 Indonesia
Fase Grup 2010 -- Indonesia 5 - 1 Malaysia
Final Leg I 2010 -- Malaysia 3 - 0 Indonesia (Leg I Final)
Final Leg II 2010 -- Indonesia 2 - 1 Malaysia (Leg II Final)